Membongkar Kesesatan Firqoh

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.[Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, I-Bab Syarhus Sunnah no. 4596]

Bentuk-Bentuk Ingkarus Sunnah

PENDAHULUAN

Qur’aniyun bentuknya bermacam-macam. Di Indonesia ada yang secara tegas memakai sebutan Ingkarus Sunnah untuk menyatakan bahwa pegangan satu-satunya adalah al-Qur’an. Sebenarnya gerakan ingkarus Sunnah sudah lama muncul ke permukaan, sejalan dengan munculnya firqah-firqah umat Islam. Dalam sejarah, firqah yang dari segi waktu disebutkan oleh Ulama sebagai yang muncul pertama kali di tengah umat Islam adalah Khawarij, di susul kemudian dengan kemunculan Syi’ah. Keduanya muncul pada zaman kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Hanya saja, Syi’ah waktu itu masih sangat terselubung. (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah XIII/32,33 dan 49). Khawarij sejak pertama kemunculannya merupakan sekelompok orang yang terkesan sangar, pemberani dan tanpa basa basi. Sedangkan Syi’ah adalah sekelompok orang yang terkenal sangat licik, salah satu aqidahnya adalah menipu. Aqidah “menipu” ini mereka istilahkan dengan taqiyah. Namun baik khawarij maupun syi’ah, sama sama jahat, kejam dan bengis terhadap lawan-lawannya, khususnya terhadap Ahlu Sunnah dan tokoh-tokohnya. Bahkan syi’ah lebih jahat lagi. (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah XXVIII/478,479,480 dst).

Sejalan dengan kemunculan firqah-firqah itulah, penolakan terhadap sunnah berhembus kencang. Bahkan penolakan terhadap sunnah itulah yang menjadi pemicu lahirnya firqah-firqah. Baik penolakan secara total, maupun penolakan secara sepenggal-sepenggal, dalam arti; yang sesuai dengan hawa nafsu diterima, sedangkan yang tidak cocok dengan hawa nafsu ditolak.

Khawarij menolak berpegang kepada Sunnah jika menurut mereka tidak sesuai dengan zhahirnya nash al-Qur’an. (Majmu’ Fatawa XIII/48-49). Sedangkan Syi’ah menolak banyak Sunnah yang shahih hanya karena mengikuti kaidah hawa nafsu mereka. Mereka adalah makhluk terjahat di muka bumi. Mereka tidak saja menolak Sunnah, bahkan juga al-Qur’an. [Majmu’ Fatawa XXVIII/480,481,482]

Begitu pulalah seterusnya, mu’tazilah serta firqah-firqah lain, adalah kelompok-kelompok yang tidak menerima Sunnah sepenuhnya. Bahkan kemudian ada kelompok yang menolak Sunnah secara total.

SEJARAH INGKARUS SUNNAH
Sebenarnya bisa difahami bahwa benih-benih ingkarus Sunah sudah muncul bersamaan dengan lahirnya firqah-firqah di atas. Hanya saja saat itu mereka tidak dikenal sebagai gerakan ingkarus Sunnah, sebab memang bukan itulah spesifikasi kesesatannya. Tetapi firqah-firqah itulah sejatinya yang memelopori lahirnya gerakan spesifik ingkarus Sunnah, bahkan gerakan-gerakan menyimpang lain yang memiliki unsur pengingkaran terhadap Sunnah, meskipun tidak secara total, tetapi hanya secara parsial.

Khadim Husain Ilahi Najasy, seorang dosen pada fakultas Tarbiyah, Univ. Ummul Qura di Thaif, dalam bukunya menyebutkan bahwa pada akhir abad kedua Hijriyah, telah lahir gerakan yang menyerukan dihilangkannya Sunnah secara total dan bahwa Sunnah tidak boleh dijadikan sandaran dalam pensyari’atan hukum-hukum Islam. Ini katanya, akibat pengaruh syubhat yang diwariskan oleh syi’ah, khawarij dan mu’tazilah. Ia membuktikannya dengan peristiwa dialog yang terjadi antara Imam Syafi’i rahimahullah melawan salah seorang pendukung gerakan itu. Kisah itu ia nukil dari Kitab Jama’ al-Ilmi yang diterbitkan bersama Kitab al-Umm karya Imam Syafi’i. Namun menurut kesimpulannya, kemungkinan terkuat orang yang mendebat Imam Syafi’i tersebut berasal dari kelompok khawarij ekstrimis, bukan dari kelompok mu’tazilah seperti yang disimpulkan oleh Musthafa as-Siba’i dalam as-Sunnah wa Makanatuha dan Khudhari Bik dalam Tarikh at-Tasyri’ al-Islami. [Lihat al-Qur’aniyun wa Syubuhatuhum haula as-Sunnah, karya Khadim Husain Ilahi Najasy, dibawah sub judul : Mauqif al-Qur’aniyin as-Sabiqin min as-Sunnah].

Khawarij memang cenderung mengembalikan segala perkara kepada al-Qur’an saja, bahkan menuntut agar orang mengikuti al-Qur’an, tetapi mereka keluar dari Sunnah dan jama’ah (maksudnya, pemahamannya tidak mengikuti jama’ah kaum Muslimin yang ditokohi para sahabat g ). (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah XIII/208). Berbeda dengan mu’tazilah yang tidak menolak Sunnah secara total. Golongan yang terakhir ini, kesukaannya mengotak-atik nash-nash al-Qur’an maupun Sunnah supaya selaras dengan akal pikiran mereka yang dangkal.

PERKEMBANGAN INGKARUS SUNNAH
Menurut Khadim Husain Ilahi Najasy dalam bukunya “al-Qur’aniyun” (terbitan Maktabah ash-Shiddiq, cet. I Th. 1409 H/1989 M) hal. 99, bahwa semenjak peristiwa dialog Imam Syafi’i dengan salah seorang anggauta kelompok yang menuntut disingkirkannya Sunnah sebagai sumber hukum, sampai kurang lebih sebelas abad kemudian, tidak terdengar dalam catatan sejarah adanya orang atau kelompok yang menyerukan agar Sunnah disingkirkan dari kedudukannya sebagai sumber hukum. Baru pada abad ke tiga belas Hijriyah mulai terdengar kembali adanya bencana pengingkaran terhadap Sunnah.

Disebutkan, kemunculannya diawali diwilayah yang penduduknya berbicara bahasa Arab, ada yang mengatakan di Irak, ada pula yang mengatakan di Mesir. Namun menurut Khadim Husain Ilahi Najasy, Mesir lebih mendekati kebenaran. Kemudian berkembang dan subur di India. (Lihat al-Qur’aniyun hal. 99 dan seterusnya). Pertumbuhan ingkarus Sunnah di Mesir sendiri berawal dari pengaruh-pengaruh gerakan westernisasi, disusul kemudian dengan kemunculan Jamaludin al-Afghani. Ia membikin wadah diskusi yang di dalamnya berkumpul tokoh-tokoh pergerakan seperti Muhammad Abduh, Abdul Karim Salman, Sa’ad Zaghlul dan lain-lain. Jamaludin al-Afghani adalah orang pertama yang mencetuskan gagasan nasionalisme Mesir hingga kuatnya ikatan kebangsaan dapat menggantikan ikatan agama. Akhirnya Mesir bukan merupakan negara agama, tetapi menjadi negara bangsa Mesir yang komposisinya terdiri dari kaum Muslimin, Yahudi dan Kristen. Jamaludin percaya dengan persatuan antar tiga agama. Kondisi parah ini diperparah dengan perkembangan politik di Mesir dan penjajahan Inggris. Begitulah secara ringkas, sehingga akhirnya muncul gerakan ingkarus Sunnah, baik ingkar secara total, maupun ingkar terhadap sebagian Sunnah. Namun Ingkarus Sunnah di negeri yang berbahasa Arab ini tidak bersifat jama’ah, tetapi lebih bersifat individual.

Beberapa tokoh individu yang memelopori ingkarus Sunnah murni (total) ialah : dr. Muhammad Taufiq Shidqi (Th. 1298 – 1338 H/sekitar Th. 1880-1920 M), Mahmud Abu Rayyah, dr. Abu Syadi Ahmad Zaki (1892-1955 M), Dr. Isma’il Adham (1911-1940 M) dll.

Sementara orang-orang yang menolak sebagian Sunnah, tokoh-tokohnya antara lain : Ahmad Amin, Ahmad Fauzi, Muhammad Bakhit dan lain-lain. (Lihat al-Qur’aniyun hal. 112-203) Wallahu a’lam.

Tentu Madrasah Ishlahiyah, sebagai wadah gerakan Aqlaniyah (pengagungan terhadap akal) moderen di Mesir, merupakan gerakan yang turut serta meramaikan berkembangnya penolakan terhadap hadits Ahad. Madrasah ini didirikan pada suatu masa di tengah kolonialisme Inggris terhadap Mesir. Ajaran-ajarannya mulai menonjol di tangan Jamaludin al-Irani (yang kemudian menjadi terkenal dengan sebutan Jamaludin al-Afghani). Kemudian ajaran-ajaran Madrasah tersebut semakin populer dan mengakar pada masa kepemimpinan Muhammad Abduh. Begitulah seterusnya. Tokoh-tokoh gerakan Madrasah Islahiyah (Aqlaniyah) moderen ini antara lain; Sa’ad Zaghlul, Muhammad Farid Wajdi, Qasim Amin, Ali Abdur Raziq, Luthfi Sayyid, Mahmud Syaltut, Musthafa al-Maraghi (penyusun Tafsir al-Maraghi-pen), dan belakangan Hasan at-Turabi, Muhammad al-Ghazali, Yusuf al-Qardhawi, Fahmi Huwaidi serta Muhammad Imarah. (Lihat Maa ana ‘alaihi wa Ashabi karya Ahmad Salam, cet. I th. 1415H/1995 M, terbitan Daar Ibni Hazm hal. 33-34).

Sebenarnya akibat akhir dari perjalanan kaum Aqlaniyun (para pengagung akal) ini adalah pengingkaran terhadap wahyu dan penolakan terhadap agama, suka ataupun tidak. (Al-Aqlaniyun Afraakh al-Mu’tazilah al-Ashriyun, karya Syeikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al-Atsari, cet. I th. 1413 H/1993 M, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, Madinah, KSA hal. 74).

PERKEMBANGAN INGKARUS SUNNAH DI INDIA
Ternyata gerakan ingkarus Sunnahpun sampai ke India. Ada faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya gerakan ini, yang terpenting (menurut Khadim Husain dalam al-Qur’aniyun hal. 19,20, 21, 22 dst.) di antaranya adalah :

1. Sebagai akibat logis dari benih-benih gerakan yang ditebarkan oleh anggauta kelompok Sayyid Ahmad Khan, anak seorang tokoh Muslim terkemuka India, namun sepeninggal ayahnya ia berkembang mengikuti kekagumannya pada Inggris dan akhirnya melahirkan berbagai pemikiran aneh.

2. Akibat pengaruh kolonialisme Barat.
Maka mulai tahun 1902 muncullah seorang pendiri gerakan Qur’aniyun bernama Ghulam Nabi yang dikenal dengan nama Abdullah Jakralawi. Ia memulai kegiatan-kegiatan rusaknya dengan mengingkari seluruh Sunnah Nabi n . Pusat kegiatannya di sebuah Masjid di Lahore (sekarang masuk wilayah Pakistan) bernama Masjid Jiniyan Wali.

Sebenarnya, gerakan Qur’aniyun di India mula-mula dipelopori oleh dua orang yang memiliki satu sumber perguruan, dalam waktu bersamaan ; pertama, Muhibbul Haq Azhim Abadi di daerah Bahar, India bagian timur. Kedua Abdullah Jakralawi di Lahore. Hanya saja, secara lahir orang yang pertama tidak menyelisihi kebiasaan umumnya kaum Muslimin. Ia tetap melakukan kegiatan-kegiatan Islam seperti orang Islam umumnya, namun dengan mengambil istinbath hukum hanya berdasarkan al-Qur’an tanpa merujuk kepada hadits. Hal ini menyebabkan kegiatan serta gagasannya tidak terlalu menyentakkan perhatian kaum Muslimin.

Sementara orang kedua (yaitu Abdullah Jakralawi), sejak kemunculan pertamanya sudah menyelisihi umumnya kaum Muslimin. Hal pertama yang sangat mencolok adalah perbedaan dalam masalah shalat, hingga akhirnya membentuk sebuah firqah baru dengan nama Ahli dzikir wal Qur’an.

Demikianlah seterusnya, semakin lama terjadi perbedaan yang semakin lebar antara pengikut Qur’aniyun (ingkarus Sunnah) dengan kaum Muslimin.
Dan gerakan ingkarus Sunnah murni di India, yang dipelopori oleh Abdullah Jakralawi bukan saja dianut sebagai faham individual, tetapi merupakan faham suatu jama’ah. Jama’ah sesat dan kufur.

Di sana masih banyak tokoh ingkarus Sunnah lainnya di India, namun cukuplah apa yang disebutkan di sini sebagai contoh gambaran perkembangan Ingkarus sunnah.

INGKARUS SUNNAH DI INDONESIA
Tidak banyak yang bisa disampaikan tentang ingkarus Sunnah di Indonesia, namun pada tahun delapan puluhan dan sebelumnya pernah meledak kepermukaan sebuah gerakan ingkarus Sunnah dengan tokohnya antara lain Nazwar Syamsu. Mereka mempunyai tata cara shalat sendiri. Shalat menurut mereka sama dengan dzikir. Dengan demikian jika sekelompok orang duduk dalam majelis ilmu, sudah mereka anggap melaksanakan shalat karena majelis ilmu merupakan majelis dzikir. Ini tentu akibat pengingkaran mereka terhadap Sunnah atau akibat hawa nafsu dan kejahilan mereka. Sebab di dalam al-Qur’an, menurut mereka tidak terdapat tata cara shalat secara khusus.

Mengingkari Sunnah secara demikian berarti telah mengingkari wahyu Allah dan itu adalah kufur. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman :

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya). [An-Nisa’ : 59].

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَي

Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [An-Najm : 3-4].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ

Ketahuilah, bahwa aku telah diberi wahyu al-Qur’an dan yang semisal al-Qur’an (yakni Sunnah) datang bersamanya. [HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dan Ahmad dengan sanad yang shahih. Lihat al-Hadits Hujjatun binafsihi fi al-‘Aqaid wal Ahkam, Syeikh al-Albani, yang di bukukan oleh Muhammad Id al-Abbasi, ad-Daar as-Salafiyah, cet. I 1406 H/1986 M. hal. 32-33, juga pada muqadimah hal. 25].

Jadi mereka adalah golongan orang yang sebenarnya menentang al-Qur’an al-Karim. Gerakan ini hingga kini masih ada, hanya suaranya tak begitu bergema. La haula wala Quwwata illa Billah. Semoga kita dilindungi dari kejahatan-kejahatan gerakan semacam ini.

BENTUK-BENTUK INGKARUS SUNNAH
Inggkarus Sunnah seperti telah diisyaratkan di atas, ada yang berbentuk total, yaitu menolak Sunnah secara keseluruhan. Dan ada yang berbentuk parsial, yaitu hanya menolak sebagian Sunnah, di antaranya hadits-hadits Ahad yang berkaitan dengan masalah aqidah atau hadits-hadits yang menurut tolok ukur logika mereka tidak masuk akal. Kelompok penolak sebagian Sunnah ini tidak menamakan diri sebagai kaum ingkar Sunnah, bahkan menolak sebutan demikian.

Bentuk Ingkarus Sunnah secara total sudah dapat terbaca gerakannya semenjak zaman Imam Syafi’i rahmahullah (seperti telah dipaparkan serba sedikit di atas) hingga zaman sekarang. Beberapa tokohnyapun sudah dipaparkan. Jika di Mesir lebih banyak bersifat individual, maka di India dan Indonesia lebih merupakan gerakan jama’ah yang terorganisir. Tetapi masing-masing memiliki daya sesatnya sendiri-sendiri.

Karena itu, dibawah ini hanya akan dipaparkan beberapa bentuk gerakan secara garis besar yang sebenarnya merupakan bagian dari ingkarus Sunnah, namun yang tentu menolak jika disebut ingkarus Sunnah. Sebab mereka beranggapan bahwa mereka tidak menolak Sunnah. Hanya karena mereka bersandar pada logika, maka mereka menolak banyak Sunnah dengan anggapan bahwa Sunnah tersebut mustahil berasal dari Nabi n .

Jika diperhatikan, penolakan terhadap Sunnah jenis ini, ada yang berbentuk individual dan ada pula yang berbentuk jama’ah.

Secara individual, gerakan ini dipelopori antara lain oleh tokoh-tokoh pergerakan seperti yang telah dikemukakan di atas. Meskipun sebenarnya tokoh-tokoh tersebut juga mewakili suatu jama’ah dan pada kenyatannya jama’ah yang dipimpinnyapun menggunakan pola-pola tokoh-tokohnya ketika berbicara tentang Islam dan perjuangan.

Misalnya adalah Muhammad al-Ghazali, seorang tokoh pergerakan kontemporer yang dilihat sepintas sepertinya ingin mengikatkan diri pada cara-cara Salaf. Namun setelah diperhatikan ternyata berlawanan dengan cara-cara salaf, bahkan manhajnya terlihat sangat bebas dan menghilangkan batas-batas pemisah antara haq dan bathil. Di satu sisi sepertinya ingin mengembalikan pada manhaj al-Qur’an, tetapi di sisi lain ternyata menghantam Sunnah dan Ahlu Sunnah.

Syaikh Ahmad Salam dalam karyanya “Maa ana ‘Alaihi wa Ashabi” (Daar Ibnu Hazm cet. I, hal. 194 dst) menukil beberapa pernyataan Muhammad al-Ghazali dari beberapa tulisannya antara lain :

“Mengaitkan diri dengan Salaf merupakan tujuan para pelaku perbaikan pada zaman kita sekarang…Tetapi apa yang kini disebut Salafiyah serta apa yang ditawarkannya sebagai jalan kembali, sungguh merupakan sesuatu yang mengherankan, sebab penawaran itu memuat sejumlah besar persoalan yang bersifat kekanak-kanakan yang semestinya harus mati, dan generasi umat sekarang tidak perlu dibebani untuk mempelajarinya” [dinukil oleh Syaikh Ahmad Salam dari buku karya Muhammad al-Ghazali: Dustur al-Wihdah ats-Tsaqafiyah hal. 130]

Pada buku lain Muhammad al-Ghazali mengatakan : “Para da’i umat Islam, baik salaf maupun khalaf seharusnya berpegang pada metodologi al-Qur’an dalam memaparkan persoalan-persoalan aqidah. Mereka hendaknya menyibukkan diri dengan mengemukakan upaya-upaya solusi Islami bagi problem-problem masa kini serta krisis-krisis moril dan materiil yang muncul. Sebab itulah sesungguhnya yang telah dikerjakan oleh generasi Salaf yang pertama, sehingga hal itu sangat membantu bagi penaklukan-penaklukan negeri-negeri Timur dan Barat. Adapun orang-orang yang kini menyibukkan diri dengan mengumandangkan perang melawan Jahmiyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah, maka bisa jadi mereka hanya memelihara kemenangan di medan yang tidak ada musuhnya, kemenangan dalam khayalan belaka dan tidak akan memperoleh apa-apa kecuali bayangan saja…” [dinukil dari buku Muhammad al-Ghazali “Humum ad-Da’iyah” hal. 136].

Seterusnya dalam buku Ma’allah hal. 347-348 (sesuai dengan penukilan Syaikh Ahmad Salam), Muhammad al-Ghazali mengatakan : “Merupakan keharusan bagi seorang peneliti (Muslim) manapun untuk senang melakukan ijtihad, selama ijtihadnya dipagari dengan ikatan-ikatan kokoh yang bersumber dari pendapat yang mantap dan dari luasnya pemahaman. Seseorang di antara kita ketika bersendirian saja memasuki lautan atsar yang luas, akan mendapatkan dirinya terpaksa bersandar kepada nash dan berupaya melakukan ta’wil lain atau akan mengabaikan sanadnya. Sementara sebagian orang yang lain melakukan cara sebaliknya.

Menurut saya : Sesungguhnya hal pertama yang terbaik adalah mempelajari nash-nash semuanya, kemudian mempelajari semua pendapat fikih yang diwariskan dari empat imam madzhab yang masyhur serta dari ahli-ahli fikih kontemporer lainnya, juga dari Khawarij, Zaidiyah, (Syi’ah) Imamiyah, Zhahiriyah dan seterusnya. Dengan catatan bahwa studi perbandingan ini harus bebas mutlak dan sesudahnya harus diperbolehkan bagi seorang Muslim manapun untuk memilih apa yang disukainya dari pendapat-pendapat fikih di atas, atau kalau tidak, memegangi sikap taklid kepada seorang mujtahid tertentu”.

Dari pemaparan di atas, dapat terlihat betapa kasar Muhammad al-Ghazali menyerang Ahlul Haq yang menyatakan perang terhadap ahli-ahli bid’ah seperti Jahmiyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Menurutnya, itu hanyalah medan perang khayalan belaka. Tetapi pada saat yang sama mengajak membuka pintu lebar-lebar untuk menampung masukan dari pendapat-pendapat Khawarij, Rafidhah (syi’ah), Zhahiriyah dan Imam madzhab yang empat, untuk kemudian bebas memilih atau taklid.

Kesimpulan dari apa yang dikatakan oleh Muhammad al-Ghazali ialah :
1. Bahwa mengikuti jejak Salaf hanyalah dalam masalah takut kepada Allah, ikhlas, mementingkan akhirat serta dalam prinsip-prinsip keadilan dan prinsip-prinsip musyawarah serta prinsip-prinsip lainnya.
2. Bahwa Salaf tidak mengurusi masalah fiqih furu’. Memang demikianlah yang dikatakan oleh al-Ghazali. Dan ini salah besar.
3. Bahwa Salafiyah yang ada sekarang ini, tidak lain hanyalah persoalan-persoalan kekanak-kanakan, mestinya tidak perlu ada.
4. Para da’i hendaknya berpegang dengan metodologi al-Qur’an dalam maalah aqidah.
5. Adalah mungkin untuk memilih pendapat Khawarij, Syi’ah atau Zaidiyah, atau madzhab-madzhab lain, memalui studi banding yang bebas mutlak terhadap nash-nash yang ada.
6. Bahkan sangat mungkin untuk bertaklid kepada firqah-firqah serta madzhab-madzhab di atas.
7. Bahwa membongkar penyimpangan Jahmiyah, Asy’ariyah dan Mu’tazilah merupakan perang yang bersifat khayalan. Hanya akan menghasilkan bayangan-bayangan kosong. (Syeikh Ahmad Salam dalam “Maa ana ‘alaihi wa Ashabi” dengan disadur secara bebas, hal. 194-196).

Demikianlah Muhammad al-Ghazali. Dan dari kesimpulan poin no. 4, terutama jika dihubungkan dengan pernyataan-pernyataannya yang lain, terlihat bahwa ia menolak hadits sebagai sumber aqidah (khususnya hadits Ahad atau yang menurutnya bertentangan dengan logikanya).

Tokoh lain selain Muhammad al-Ghazali, misalnya adalah Yusuf al-Qardhawi. Ia hampir sama dengan Muhammad al-Ghazali dalam banyak hal, begitu pula dalam penolakan terhadap hadits-hadits yang dirasa bertentangan dengan logikanya. Ini disebabkan oleh manhaj yang ditempuh keduanya sama. Hanya saja Yusuf al-Qardhawi lebih pandai dan halus caranya daripada Muhammad al-Ghazali. [Lihat al-Aqlaniyun Afrakh al-Mu’tazilah al-Ashriyun, karya Syeikh Ali bin Hasan al-Atsari, cet. I Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, Madinah, KSA. Hal. 71, 72, 73]. Masih banyak tokoh-tokoh lain yang senada.

Sementara contoh-contoh para penolak sebagian Sunnah yang berbentuk jama’ah, bisa disebutkan di sini secara garis besar, di ataranya : Hizbut Tahrir (HT) yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani. Mereka secara tegas menolak hadits Ahad sebagai pedoman dalam beraqidah.

Kelompok Isa Bugis, juga banyak menolak hadits-hadits yang bertentangan dengan logika jahil mereka.

Majelis Tafsir al-Quran pun tidak mendasarkan pemahaman aqidahnya melalui nash-nash hadits, sehingga banyak persoalan aqidah yang diyakini secara keliru. Manhajnya dalam memahami Islam tidak sejalan dengan manhaj Salaf. Misalnya, keyakinan bahwa orang yang masuk neraka tidak akan masuk sorga. Mudah-mudahan pemahaman ini hanya karena ketidak mengertian, sehingga bila sudah mengerti akan berubah pemahamannya menjadi benar.

Dan di sana masih banyak kelompok pergerakan, baik atas nama individu maupun atas nama kelompok yang sadar atau tidak sadar, telah menolak hadits-hadits Nabi n hanya karena logika mereka yang dangkal tidak bisa menerimanya, padahal hadits-hadits itu telah diterima secara penuh oleh kaum Muslimin.

Sebagai gambaran bahwa pengaruh ingkarus Sunnah sudah merambah berbagai lapisan umat Islam, tampaknya contoh-contoh di atas sudah mencukupi. Wallahu a’lam.

PENUTUP
Demikianlah perjalanan sejarah ingkarus Sunnah secara ringkas hingga kini. Terlepas apakah gerakan ingkarus Sunnah di Indonesia ada atau tidak hubungannya secara struktural atau secara organisatoris dengan ingkarus Sunnah di manca negara, namun kesemuanya berpangkal dari hawa nafsu, syubhat dan kedangkalan pemahaman tentang ajaran Islam.

Disadari atau tidak, ketika seorang individu tertentu atau suatu kelompok tertentu membantah Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara serampangan, niscaya akan terjebak pada pengingkaran terhadap Sunnah.

Suka atau tidak suka, orang-orang yang demikian memiliki titik kesamaan (meskipun tidak total) dengan firqah-firqah kaum Muslimin yang sesat seperti Khawarij, Mu’tazilah, Syi’ah dll. Bahkan mungkin menjadi penyambung lidah atau menjadi kelompok golongan-golongan sesat tersebut.

Karenanya, semestinya orang berhati-hati dan bertakwa kepada Allah agar dirinya selamat dari ancaman siksa Allah di akhirat. Kaum Muslimin harus meluangkan waktunya untuk mempelajari ajaran Islam yang benar agar akhirnya bisa kembali kejalan yang benar. Ini bukan kegiatan yang bersifat kekanak-kanakan seperti yang dituduhkan oleh Muhammad al-Ghazali. Kaum Msulimin harus menghormati Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara benar dan harus menjunjung tinggi Sunnah-nya. Sedangkan Sunnah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm juga merupakan Sunnah beliau yang harus dihormati.

Ayat berikut ini cukup sebagai bukti kongkrit dan qath’i agar umat mentaati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. [An-Nisa’ : 59].

Mentaati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm berarti mengikuti sunnahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذ

Wajib bagi kalian berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa’ur Rasyidun, orang-orang yang mendapat petunjuk. Gigit (pegang)lah Sunnah itu dengan gigi geraham kalian. [Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dll. Lihat Shahih at-Tirmidzi karya Syeikh al-Albani II/341-342].

Jadi, tidak ada lagi dibalik kebenaran kecuali kesesatan. Wallahu Waliyyu at-Taufiq.

Oleh Muhammad Ashim Musthofa
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun V/1422H/2001M ]


Share :

Facebook Twitter Google+
0 Komentar untuk "Bentuk-Bentuk Ingkarus Sunnah"

Back To Top