Ringkasan yang berasal dari sebuah kitab yang berjudul “Ar-Rod ‘ala Hizbit Tahrir” (Bantahan terhadap Hizbut Tahrir) karya Asy-Syaikh DR. Abdur Rahman bin Muhammad Sa’id Dimasyqiyyah hafizhahullah. Beliau adalah jebolan Fakultas Ushuluddin, Jurusan Aqidah dan Mazhab-mazhab Kontemporer, Universitas Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah, Riyadh Arab Saudi, risalah magister beliau adalah penelitian terhadap aliran sesat Shufiyyah Naqsyabandiyyah, adapun risalah doktoral beliau adalah bantahan terhadap cara berdalil Syi’ah dengan Sunnah Nabawiyyah.
Jadi studi beliau memang di jurusan yang meneliti aliran-aliran sesat kontemporer, tidak seperti tuduhan Hizbut Tahrir bahwa yang menulis kritikan terhadap mereka hanyalah berasal dari tulisan: “Orang-orang sekuler yang benci terhadap perjuangan penegakan syariat Islam secara kaffah dengan diterapkannya sistem pemerintahan Islam (Khilafah)”.
Dan apa yang beliau ungkapkan tentang HT dalam buku tersebut berasal dari kenyataan dalam buku-buku HT sendiri dan dari interaksi beliau secara langsung dengan tokoh-tokoh HT, sehingga apabila kemudian muncul tuduhan bahwa itu hanyalah fitnah keji dan dusta, maka ada beberapa kemungkinan:
1) Orang yang menuduh tidak mengenal HT yang sebenarnya dan tidak membaca referensi-referensi HT yang beliau sebutkan.
2) Referensi HT yang ia gunakan memang bertentangan dengan referensi yang digunakan oleh beliau, demikianlah apabila datang dari sisi selain Allah ta’ala akan terjadi banyak pertentangan dan satu dengan yang lainnya saling menyalahkan.
3) Orang yang menuduh sudah mengetahui namun sengaja berdusta dan menyembunyikan kenyataan.
4) Orang yang menuduh tidak mengakui ajaran-ajaran HT yang beliau kritik sebagai kesesatan dan penyimpangan.
Semua kemungkinan adalah pahit, namun yang terpenting adalah rujuk kepada kebenaran dan kembali kepada Allah ta’ala, kalau memang kesalahan itu ada pada diri kita maka tinggalkanlah, kalau tidak maka bersyukurlah. Tidak perlu repot.
Berikut ini pembahasan lebih detail tentang poin-poin kesesatan Hizbut Tahrir dari Kitab “Ar-Rod ‘ala Hizbit Tahrir” karya Asy-Syaikh DR. Abdur Rahman bin Muhammad Sa’id Dimasyqiyyah hafizhahullah dan tambahan penjelasan:
1. Kesibukan utama mereka adalah politik dan ajakan mendirikan khilafah, maka tidak akan engkau dapati mereka sibuk mengajak untuk membersihkan aqidah, menegakkan sholat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya.
Penjelasan:
Pertama: Hizbut Tahrir mengabaikan aqidah yang benar, tidak berusaha mempelajari dan merujuk kitab-kitab ulama Salaf; Ahlus Sunnah wal Jama’ah, malah menciptakan buku-buku tersendiri yang bertentangan dengan aqidah yang benar dan mengikuti aqidah yang menyimpang seperti aqidah Mu’tazilah dan yang lainnya, contohnya dalam buku yang mereka banggakan berjudul “Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah”karya pendirinya An-Nabhani, ia berkata tentang firman Allah ta’ala,
يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
“Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka.” [Al-Fath: 10]
أي قدرة الله تعالى فوق قدرتهم
“Arti tangan Allah adalah kemampuan Allah di atas kemampuan mereka.” [Asy-Syakhsiyyah Al-Islamiyyah, 3/132, dan lihat pada juz 3/374 cetakan Al-Quds: 1953]
Asy-Syaikh DR. Abdur Rahman Dimasyqiyyah hafizhahullah berkata,
وهذا التأويل وغيره شهد أبو الأشاعرة (أبو الحسن الأشعري) وشارح الفقه الأكبر الشيخ ملا علي قاري أن تأويل اليد بالقدرة والأستواء بالأستيلاء وإنكار علو الله في السماء هو عين تأويل المعتزلة وقولهم ومذهبهم. [مقالات الأسلاميين للأشعري 157، تبيين كذب المفتري لابن عساكر 150، الفقه الأكبر 33، وانطر كتاب شرح الأصول الخمسة 228، ومتشابه القرآن 231 كلاهما للقاضي عبد الجبار المعتزلي].
“Takwil seperti ini dan selainnya telah dipersaksikan oleh pendiri Al-Asy’ariyyah (Abul Hasan Al-Asy’ari) dan pensyarah kitab Al-Fiqhul Akbar; Asy-Syaikh Mula Ali Qori bahwa menakwilkan tangan dengan kemampuan (qudroh), menakwilkan istiwa dengan kekuasaan (istila) dan mengingkari ketinggian Allah di langit, itulah penakwilan Mu’tazilah serta pendapat dan mazhab mereka.” [Lihat Maqoolaat Al-Islamiyyin karya Abul Hasan Al-Asy’ari, hal. 157, Tabyin Kadzibil Muftari karya Ibnu Asakir, hal. 150, Al-Fiqhul Akbar, hal. 33, serta kitab Syarhul Ushulil Khomsah, hal. 228 dan Mutasyabihul Qur’an hal. 231, keduanya karya Qodhi Abdul Jabbar seorang yang berpaham Mu’tazilah]
Adapun Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini tangan Allah adalah tangan yang hakiki, bukan sekedar kata kiasan terhadap kekuatan dan kemampuan, tetapi tangan yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, tidak sama dengan tangan makhluk. Dan ini adalah keyakinan yang disepakati ulama Salaf; Sahabat, Tabi’in dan yang mengikuti jalan mereka dengan baik.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَقَدْ أَطْلَقَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِمَّنْ حَكَى إجْمَاعَ السَّلَفِ – مِنْهُمْ الخطابي – مَذْهَبَ السَّلَفِ: أَنَّهَا تَجْرِي عَلَى ظَاهِرِهَا مَعَ نَفْيِ الْكَيْفِيَّةِ وَالتَّشْبِيهِ عَنْهَا؛ وَذَلِكَ أَنَّ الْكَلَامَ فِي ” الصِّفَاتِ ” فَرْعٌ عَلَى الْكَلَامِ فِي ” الذَّاتِ ” يُحْتَذَى حَذْوُهُ وَيُتَّبَعُ فِيهِ مِثَالُهُ؛ فَإِذَا كَانَ إثْبَاتُ الذَّاتِ إثْبَاتَ وُجُودٍ لَا إثْبَاتَ كَيْفِيَّةٍ؛ فَكَذَلِكَ إثْبَاتُ الصِّفَاتِ إثْبَاتُ وُجُودٍ لَا إثْبَاتُ كَيْفِيَّةٍ فَنَقُولُ إنَّ لَهُ يَدًا وَسَمْعًا وَلَا نَقُولُ إنَّ مَعْنَى الْيَدِ الْقُدْرَةُ وَمَعْنَى السَّمْعِ الْعِلْمُ.
“Dan telah menyebutkan secara mutlak tidak seorang ulama saja yang telah menghikayatkan ijma’ (kesepakatan) generasi Salaf –diantaranya yang dinukil oleh Al-Khattabi- tentang mazhab Salaf: Bahwa ayat-ayat sifat dibiarkan sesuai zhahirnya (tidak ditakwil), disertai dengan penafikan kayfiyyah (tidak menggambarkan bentuk sifat Allah) dan tidak menyerupakannya dengan sifat makhluk. Hal itu karena pembicaraan tentang sifat Allah adalah cabang dari pembicaraan tentang dzat-Nya, maka harus sama dan semisal; maksudnya adalah, apabila penetapan (keimanan) terhadap dzat Allah adalah penetapan (keimanan) terhadap wujudnya, bukan penetapan untuk menggambarkan bentuk dzat Allah, demikian pula penetapan (keimanan) terhadap sifat Allah adalah penetapan (keimanan) terhadap wujudnya, bukan penetapan untuk menggambarkan bentuk sifat Allah; maka kita katakan bahwa Allah memiliki tangan dan pendengaran, dan kita tidak boleh mengatakan bahwa makna tangan adalah kemampuan (qudroh) dan pendengaran adalah ilmu.” [Majmu’ Al-Fatawa, 6/355]
Mungkin bagi para pengikut HT penjelasan singkat seperti ini masih sulit mereka pahami, maka jadikanlah ini sebagai bahan muhasabah dan menyadari kebodohan terhadap aqidah yang benar untuk memecut diri agar bersemangat menuntut ilmu aqidah shahihah. Ingatlah sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan baginya maka Allah akan memahamkannya dengan agama.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiyallahu’anhu]
Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
وَمَفْهُومُ الْحَدِيثِ أَنَّ مَنْ لَمْ يَتَفَقَّهْ فِي الدِّينِ أَيْ يَتَعَلَّمْ قَوَاعِدَ الْإِسْلَامِ وَمَا يَتَّصِلُ بِهَا مِنَ الْفُرُوعِ فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ
“Mafhum hadits ini bahwa siapa yang tidak mendalami agama, yaitu tidak mempelajari kaidah-kaidah dasar Islam dan cabang-cabang yang terkait dengannya maka ia tidak akan meraih kebaikan.” [Fathul Bari, 1/165]
Karena inilah jalan Salaf; Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang disepakati oleh seluruh ulama generasi Salaf yang harus dipelajari dan diamalkan, sebab Allah ta’ala telah memerintahkan kita untuk mengikuti jalan mereka demi meraih ridho-Nya,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيم
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [At-Taubah: 100]
Dan Allah ta’ala telah mengingatkan bahaya menyelisihi jalan mereka,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa: 115]
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
فتوعد على اتباع غير سبيلهم بعذاب جهنم ووعد متبعهم بالرضوان والجنة فقال تعالى والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه فوعد المتبعين لهم بإحسان بما وعدهم به من رضوانه وجنته والفوز العظيم
“Maka Allah ta’ala mengancam dengan azab jahannam jika mengikuti selain jalan mereka (sahabat), dan Allah ta’ala menjanjikan pengikut mereka dengan keridhoaan dan surga, sebagaimana firman Allah ta’ala,“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah.” (At-Taubah: 100), maka Allah ta’ala menjanjikan bagi orang-orang yang mengikuti sahabat dengan baik seperti yang Allah ta’ala janjikan kepada sahabat, yaitu memberikan kepada mereka keridhoaan-Nya, surga-Nya dan kemenangan yang besar.” [Dzammut Ta’wil: 49]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
و تفترق أمتي على ثلاث و سبعين ملة كلهم في النار إلا ملة واحدة ما أنا عليه و أصحابي
“Dan akan berpecah umatku menjadi 73 millah, semuanya di neraka kecuali satu, yaitu yang mengikuti aku dan para sahabatku.” [HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu’anhuma, Shohihul Jami’: 9474]
Kedua: Diantara penyimpangan aqidah Hizbut Tahrir yang tertuang dalam kitab panduan mereka berjudul“Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah” adalah taklid kepada Mu’tazilah dalam mengedepankan akal melebihi Al-Qur’an dan As-Sunnah. Asy-Syaikh DR. Abdur Rahman Dimasyqiyyah hafizhahullah berkata,
فيصرح بأن أدلة القرآن تبقى ظنية ولا تفيد اليقين إلا بشروط عشرة: منها عدم المعارض العقلي
“Ia menegaskan bahwa dalil-dalil Al-Qur’an tetap dalam keadaan zhonniyyah (persangkaan) dan tidak memberi faidah keyakinan kecuali dengan sepuluh syarat, diantaranya: Tidak ada yang menyelisihinya secara akal.” [Lihat Asy-Syakhsiyyah Al-Islamiyyah, 3/158]
Ini adalah bid’ahnya ahli filsafat dan ahlul kalam yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu’anhum. Dan bid’ah ini benar-benar ada pada Hizbut Tahrir sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab mereka seperti “Asy-Syaikhshiyyah Al-Islamiyyah” dan yang lainnya, dan bahkan para ulama Ahlus Sunnah di abad ini telah memperingatkan mereka, terserah mereka mengakui atau tidak, ataukah mereka menganggapnya sebagai kebenaran?!
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Al-Albani rahimahullah berkata,
إذن ليضم المسلم الناصح لنفسه في عقيدته أنه يجب الرجوع إلى الكتاب والسنة وإلى سبيل المؤمنين بدلالة الآية وحديث الفرق وحديث العرباض بن سارية.
هذه حقيقة مع الأسف الشديد يغفل عنها كل الأحزاب الإسلامية وبخاصة منها حزب التحرير الذي يتميز عن أي حزب إسلامي آخر أنه يقيم للعقل البشري وزناً أكثر مما أقامه الإسلام له.
هذه حقيقة مع الأسف الشديد يغفل عنها كل الأحزاب الإسلامية وبخاصة منها حزب التحرير الذي يتميز عن أي حزب إسلامي آخر أنه يقيم للعقل البشري وزناً أكثر مما أقامه الإسلام له.
“Hendaklah seorang muslim yang menasihati dirinya sendiri dalam aqidahnya memahami bahwa, wajib baginya untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta jalan kaum mukminin (para sahabat) berdasarkan dalil ayat Al-Qur’an, hadits tentang perpecahan umat menjadi 73 golongan dan hadits ‘Irbad bin Sariyah radhiyallahu’anhu (tentang kewajiban berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan Al-Khulafa’ Ar-Rosyidun; Para Khalifah yang mendapat petunjuk).
Namun sangat disayangkan, hakikat ini telah dilalaikan oleh semua kelompok-kelompok Islam, khususnya Hizbut Tahrir yang berbeda dengan kelompok Islam mana pun saat ini, karena ia terlalu memberi ruang kepada akal manusia melebihi kadar yang dibolehkan Islam.” [Mausu’atul Albani fil Aqidah, 1/239]
Ketiga: Diantara penyimpangan aqidah Hizbut Tahrir yang terdapat dalam kitab panduan mereka “Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah” karya pendirinya adalah sangkaannya bahwa para sahabat bisa saja bersepakat dalam kesalahan. Asy-Syaikh DR. Abdur Rahman Dimasyqiyyah hafizhahullah berkata,
فيجوز عقلا عنده أن يجمع الصحابة على خطأ يظنونه حقا
“Boleh menurutnya secara akal bahwa para sahabat bersepakat dalam kesalahan yang mereka anggap sebagai kebenaran.” [Lihat Asy-Syakhsiyyah Al-Islamiyyah, 3/297]
Padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِى عَلَى ضَلاَلَةٍ
“Sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan umatku bersepakat di atas kesesatan.” [HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihul Jami’: 1848, Mukhtashor Al-I’lam bi Akhiri Ahkamil Albani Al-Imam: 305]
Keempat: Kurang perhatian atau bahkan tidak sama sekali terhadap dakwah tauhid, yaitu tidak menyibukkan diri dengan mendakwahkan tauhid dan sunnah serta memberantas syirik dan bid’ah yang merupakan jalan dakwah para nabi dan rasul ‘alaihimussalaam serta para sahabat radhiyallahu’anhum ajma’in. Asy-Syaikh DR. Abdur Rahman Dimasyqiyyah hafizhahullah berkata,
وكادت كتب الحزب تخلو من الدعوة الى الصدق والورع والتقوى والأخلاص، والتحذير من الشرك ووسائله ومداخله التي هي أكثر مواضيع القرآن، وتخلو من التحذير من أصناف المعاصي التي هي بدورها من أسباب فقدان الخلافة.
“Hampir-hampir buku-buku Hizbut Tahrir kosong dari dakwah kepada kejujuran, sikap waro’, ketakwaan, keikhlasan dan peringatan terhadap umat dari kesyirikan dan sarana-sarana serta pintu-pintu yang dapat mengantarkan kepada syirik yang merupakan pembahasan terbanyak dalam Al-Qur’an, dan juga buku-buku mereka hampir-hampir kosong dari peringatan terhadap berbagai maksiat yang termasuk sebab-sebab hilangnya khilafah.”
Bagi orang yang memperhatikan HT sekilas saja, insya Allah dengan mudah akan dapat membuktikan kebenaran yang diucapkan oleh Asy-Syaikh DR. Abdur Rahman Dimasyqiyyah hafizhahullah di atas, tidak perlu jauh-jauh, lihat saja buletin Jum’at “Al-Islam” berwarna putih biru yang mereka edarkan tiap Jum’at, atau website-website resmi mereka, atau ceramah-ceramah mereka;
• Apakah di sana ada peringatan bahaya kesyirikan dan pengajaran macam-macam syirik serta peringatan dari berbagai sarana yang dapat mengantarkan kepada syirik?!
• Apakah di sana ada peringatan bahaya bid’ah dan pengajaran macam-macam bid’ah yang harus dijauhi?!
• Apakah di sana ada pelajaran tentang tata cara wudhu dan sholat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dan bandingkanlah dengan amalan wudhu dan sholat yang mereka lakukan sehari-hari?!
• Kalau pun ada, apakah pembahasannya sesuai dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sesuai Pemahaman Salaf?!
• Dan bandingkan mana yang lebih banyak, antara pembahasan aqidah tauhid dan sunnah yang sangat penting tersebut dengan pembahasan yang berisi celaan-celaan terhadap pemerintah-pemerintah muslim?!
• Bahkan celaan terhadap pemerintah muslim yang telah sangat berjasa untuk Islam dan kaum muslimin, sementara mereka sendiri tidak jelas apa jasa dan pertolongan mereka untuk kaum muslimin?!
Pernahkah mereka membahas secara detail sesuai dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sesuai Pemahaman Salaf dan menjelaskan kepada umat kesyirikan;
• Jimat,
• Takut sial,
• Ngalap berkah dengan pepohonan dan bebatuan,
• Pengagungan terhadap kuburan,
• Pengagungan terhadap orang-orang shalih,
• Berdoa kepada selain Allah,
• Isti’adzah kepada selain Allah,
• Istighotsah kepada selain Allah,
• Tawassul yang syirik,
• Memohon syafa’at yang syirik
• Menyembelih untuk selain Allah,
• Ruqyah syirkiyyah,
• Tawakkal kepada selain Allah,
• Takut kepada selain Allah,
• Syirik dalam cinta,
• Syirik dalam ketaatan,
• Syirik dalam harapan,
• Syirik dalam niat,
• Bernazar untuk selain Allah,
• Syirik-syirik kecil, dan masih banyak lagi pembahasan terkait kesyirikan yang tidak atau hampir tidak pernah mereka bahas, bandingkan dengan banyaknya pembahasan khilafah khayalan mereka. Belum lagi pembahasan terkait sunnah dan bid’ah.
• Jimat,
• Takut sial,
• Ngalap berkah dengan pepohonan dan bebatuan,
• Pengagungan terhadap kuburan,
• Pengagungan terhadap orang-orang shalih,
• Berdoa kepada selain Allah,
• Isti’adzah kepada selain Allah,
• Istighotsah kepada selain Allah,
• Tawassul yang syirik,
• Memohon syafa’at yang syirik
• Menyembelih untuk selain Allah,
• Ruqyah syirkiyyah,
• Tawakkal kepada selain Allah,
• Takut kepada selain Allah,
• Syirik dalam cinta,
• Syirik dalam ketaatan,
• Syirik dalam harapan,
• Syirik dalam niat,
• Bernazar untuk selain Allah,
• Syirik-syirik kecil, dan masih banyak lagi pembahasan terkait kesyirikan yang tidak atau hampir tidak pernah mereka bahas, bandingkan dengan banyaknya pembahasan khilafah khayalan mereka. Belum lagi pembahasan terkait sunnah dan bid’ah.
Kelima: Tidak memprioritaskan dakwah tauhid dan lebih mementingkan dakwah khilafah adalah penyimpangan dari jalan dakwah para nabi dan rasul ‘alaihimussalaam serta para sahabat radhiyallahu’anhum ‘ajma’in. Allah ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh, Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thaghut (yang disembah selain Allah) itu.” [An-Nahl: 36]
Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa tauhid adalah misi dakwah seluruh para nabi dan rasul ‘alaihimussalaam, karena tauhid adalah pondasi awal bangunan keimanan, maka wajib mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan tauhid serta mengutamakannya sebelum yang lainnya.
Barangsiapa tidak mengutamakannya dan melalaikannya maka ia telah menyimpang dari jalan dakwahnya para nabi dan rasul ‘alaihimussalaam, serta menyelisihi manhaj Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan sahabat radhiyallahu’anhum, diantaranya;
• Kelompok yang selalu meneriakkan ‘khilafah’ dan melalaikan dakwah tauhid serta tidak memberantas kesyirikan, padahal syarat meraih kekuasaan adalah beriman kepada Allah dan beramal shalih; menegakkan tauhid dan sunnah.
• Kelompok yang mengajak untuk menegakkan ‘syari’at’ tapi melalaikan tauhid yang merupakan syari’at tertinggi.
• Kelompok yang mengajak sholat dan ibadah-ibadah yang lainnya tapi melalaikan tauhid yang merupakan pondasi atau syarat diterimanya ibadah itu sendiri.
• Kelompok yang mengajak “jihad” tapi melalaikan dakwah tauhid yang merupakan modal utama berjihad dan dakwah para mujahidin yang sejati, yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu’anhum.
• Kelompok yang mengak kepada akhlak mulia, pembersihan hati dan manajemen qolbu, tapi lalai dengan tauhid yang merupakan akhlak tertinggi kepada Allah ta’ala dan kunci kesucian hati.
• Kelompok yang menggembosi dakwah tauhid dan sunnah dengan perselisihan dan perpecahan.
• Kelompok yang mengajak kepada syirik dan bid’ah.
• Kelompok yang selalu meneriakkan ‘khilafah’ dan melalaikan dakwah tauhid serta tidak memberantas kesyirikan, padahal syarat meraih kekuasaan adalah beriman kepada Allah dan beramal shalih; menegakkan tauhid dan sunnah.
• Kelompok yang mengajak untuk menegakkan ‘syari’at’ tapi melalaikan tauhid yang merupakan syari’at tertinggi.
• Kelompok yang mengajak sholat dan ibadah-ibadah yang lainnya tapi melalaikan tauhid yang merupakan pondasi atau syarat diterimanya ibadah itu sendiri.
• Kelompok yang mengajak “jihad” tapi melalaikan dakwah tauhid yang merupakan modal utama berjihad dan dakwah para mujahidin yang sejati, yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu’anhum.
• Kelompok yang mengak kepada akhlak mulia, pembersihan hati dan manajemen qolbu, tapi lalai dengan tauhid yang merupakan akhlak tertinggi kepada Allah ta’ala dan kunci kesucian hati.
• Kelompok yang menggembosi dakwah tauhid dan sunnah dengan perselisihan dan perpecahan.
• Kelompok yang mengajak kepada syirik dan bid’ah.
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
التَّوْحِيدُ أَوَّلُ دَعْوَةِ الرُّسُلِ، وَأَوَّلُ مَنَازِلِ الطَّرِيقِ، وَأَوَّلُ مَقَامٍ يَقُومُ فِيهِ السَّالِكُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى: قَالَ تَعَالَى: {لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ} [الأعراف: 59] وَقَالَ هُودٌ لِقَوْمِهِ: {اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ} [الأعراف: 65] وَقَالَ صَالِحٌ لِقَوْمِهِ: {اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ} [الأعراف: 73] وَقَالَ شُعَيْبٌ لِقَوْمِهِ: {اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ} [الأعراف: 85] وَقَالَ تَعَالَى: {وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ} [النحل: 36] .
فَالتَّوْحِيدُ: مِفْتَاحُ دَعْوَةِ الرُّسُلِ، وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لِرَسُولِهِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – وَقَدْ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ – «إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ: عِبَادَةُ اللَّهِ وَحْدَهُ، فَإِذَا شَهِدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ» وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَقَالَ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ»، وَلِهَذَا كَانَ الصَّحِيحُ: أَنَّ أَوَّلَ وَاجِبٍ يَجِبُ عَلَى الْمُكَلَّفِ: شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، لَا النَّظَرُ، وَلَا الْقَصْدُ إِلَى النَّظَرِ، وَلَا الشَّكُّ – كَمَا هِيَ أَقْوَالٌ لِأَرْبَابِ الْكَلَامِ الْمَذْمُومِ.
فَالتَّوْحِيدُ: أَوَّلُ مَا يَدْخُلُ بِهِ فِي الْإِسْلَامِ، وَآخِرُ مَا يَخْرُجُ بِهِ مِنَ الدُّنْيَا، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؛ دَخَلَ الْجَنَّةَ» ، فَهُوَ أَوَّلُ وَاجِبٍ، وَآخِرُ وَاجِبٍ، فَالتَّوْحِيدُ: أَوَّلُ الْأَمْرِ وَآخِرُهُ.
فَالتَّوْحِيدُ: مِفْتَاحُ دَعْوَةِ الرُّسُلِ، وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لِرَسُولِهِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – وَقَدْ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ – «إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ: عِبَادَةُ اللَّهِ وَحْدَهُ، فَإِذَا شَهِدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ» وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَقَالَ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ»، وَلِهَذَا كَانَ الصَّحِيحُ: أَنَّ أَوَّلَ وَاجِبٍ يَجِبُ عَلَى الْمُكَلَّفِ: شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، لَا النَّظَرُ، وَلَا الْقَصْدُ إِلَى النَّظَرِ، وَلَا الشَّكُّ – كَمَا هِيَ أَقْوَالٌ لِأَرْبَابِ الْكَلَامِ الْمَذْمُومِ.
فَالتَّوْحِيدُ: أَوَّلُ مَا يَدْخُلُ بِهِ فِي الْإِسْلَامِ، وَآخِرُ مَا يَخْرُجُ بِهِ مِنَ الدُّنْيَا، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؛ دَخَلَ الْجَنَّةَ» ، فَهُوَ أَوَّلُ وَاجِبٍ، وَآخِرُ وَاجِبٍ، فَالتَّوْحِيدُ: أَوَّلُ الْأَمْرِ وَآخِرُهُ.
“Tauhid adalah awal dakwah para rasul, landasan pertama dalam perjalanan dan awal pijakan bagi orang yang menuju Allah subhanahu wa ta’ala.
• Allah ta’ala berfirman (tentang Nabi Nuh ‘alaihissalaam),
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah saja, sekali-kali tak ada sesembahan yang benar bagimu selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (Al-A’raf: 59)
• Nabi Hud ‘alaihissalam berkata kepada kaumnya,
اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Wahai kaumku sembahlah Allah saja, sekali-kali tak ada sesembahan yang benar bagimu selain-Nya.” (Al-A’raf: 65)
• Nabi Shalih ‘alaihissalam berkata kepada kaumnya,
اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Wahai kaumku sembahlah Allah saja, sekali-kali tak ada sesembahan yang benar bagimu selain-Nya.” (Al-A’raf: 73)
• Nabi Syu’aib ‘alaihissalam berkata kepada kaumnya,
اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Wahai kaumku sembahlah Allah saja, sekali-kali tak ada sesembahan yang benar bagimu selain-Nya.” (Al-A’raf: 85)
• Dan Allah ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh, Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thaghut (yang disembah selain Allah) itu.” (An-Nahl: 36)
•[Tauhid adalah Misi Dakwah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan Sahabat radhiyallahu’anhum]•
Maka tauhid adalah kunci dakwah para rasul, oleh karena itu Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berpesan kepada utusan beliau (untuk berdakwah di Negeri Yaman) Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu,
إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ: عِبَادَةُ اللَّهِ وَحْدَهُ، فَإِذَا شَهِدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum Ahli Kitab, maka hendaklah pertama yang engkau dakwahkan kepada mereka adalah beribadah kepada Allah yang satu saja, apabila mereka telah bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka kabarkan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka untuk sholat lima waktu dalam sehari semalam…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma)
Dan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma)
• Oleh karena itu yang benar adalah, awal kewajiban yang ditetapkan atas mukallaf adalah persaksian bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah, bukan meneliti, bukan pula bermaksud meneliti, tidak diragukan lagi bukan itu, seperti ucapan-ucapan ahlul kalam (ahli filsafat) yang tercela.
• Maka tauhid adalah pintu pertama untuk masuk ke dalam Islam dan pintu terakhir untuk keluar dari dunia, sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؛ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa akhir ucapannya “Laa ilaaha illallah” ia akan masuk surga.” (HR. Abu Daud dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami': 6470)
Maka tauhid adalah kewajiban pertama dan kewajiban terakhir; awal perkara dan akhirnya.” [Madaarijus Saalikin, 3/411-412]
Keenam: Hizbut Tahrir mengabaikan dakwah tauhid dan berdalih dengan kewajiban mendirikan khilafah, padahal Ahlus Sunnah pengikut generasi Salaf tidak mengingkari kewajiban ini, tapi apakah itu lebih penting dari dakwah tauhid?!
Apakah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak berdakwah kepada tauhid sebelum berkuasa?!
Lalu bagaimana cara mendirikan khilafah yang benar?!
Justru dengan dakwah tauhid dan sunnah, itulah satu-satunya jalan mencapai khilafah.
Allah ta’ala berfirman,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nur: 55]
Asy-Syaikh Al-Mufassir Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,
فأخبر أن الإيمان والعمل الصالح سبب للاستخلاف المذكور
“Maka Allah mengabarkan bahwa iman dan amal shalih adalah sebab meraih kekhilafahan tersebut.”[Tafsir As-Sa’di, hal. 126]
• Tidak diragukan lagi bahwa yang dimaksud dengan iman adalah tauhid, yaitu keimanan yang tidak tercampur kesyirikan sedikit pun. Allah ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mendapat petunjuk.” [Al-An’am: 82]
Allah tabaraka wa ta’ala menjelaskan di dalam ayat yang mulia ini bahwa orang yang beriman adalah yang mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak melakukan kezaliman sedikit pun, yaitu tidak melakukan syirik, sebagaimana ditafsirkan sendiri oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam riwayat berikut; Sahabat yang Mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata,
لَمَّا نَزَلَتْ {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ}، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّنَا لاَ يَظْلِمُ نَفْسَهُ؟ قَالَ: ” لَيْسَ كَمَا تَقُولُونَ {لَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} بِشِرْكٍ، أَوَلَمْ تَسْمَعُوا إِلَى قَوْلِ لُقْمَانَ لِابْنِهِ يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Ketika turun ayat, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” kami pun berkata: Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang tidak menzalimi dirinya sendiri? Beliau bersabda: Tidak seperti yang kalian katakan, tetapi maksud “Tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” adalah dengan kesyirikan, tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman kepada anaknya:
يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Wahai Anakku janganlah kamu menyekutukan Allah, karena menyekutukan Allah itu adalah kezaliman yang besar.” (Luqman: 13).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan ini lafaz Al-Bukhari]
Al-Imam Al-Mufassir Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ} أَيْ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ أَخْلَصُوا الْعِبَادَةَ لِلَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ، لَهُ، وَلَمْ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا هُمُ الْآمِنُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الْمُهْتَدُونَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ.
“Firman Allah ta’ala, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” maknanya: Mereka adalah orang-orang yang memurnikan ibadah hanya kepada Allah yang satu saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mereka tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, merekalah yang akan mendapatkan keamanan di hari kiamat dan hidayah di dunia dan akhirat.” [Tafsir Ibnu Katsir, 3/294, Fathul Majid, hal. 32]
Inilah yang harus diperjuangkan dan didakwahkan kepada umat, agar mereka benar-benar mentauhidkan Allah dan menjauhi kesyirikan, barulah Allah ta’ala akan menganugerahkan khilafah, jangan malah dibalik; mendakwahkan khilafah dan mengabaikan dakwah tauhid; tidak memberikan perhatian yang semestinya.
• Adapun yang dimaksud dengan amal shalih adalah amalan yang terpenuhi padanya dua syarat:
1) Ikhlas karena Allah tabaraka wa ta’ala; menjauhi syirik besar maupun kecil.
2) Meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam; menjauhi bid’ah-bid’ah dalam agama.
Maka setelah tauhid, inilah yang mesti diperhatikan, yaitu merealisasikan amal shalih dengan memenuhi dua syarat tersebut, barulah Allah ta’ala akan menganugerahkan kekhilafahan. Inilah jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu’anhum ‘ajma’in.
Di atas prinsip tauhid dan sunnah, atau iman dan amal shalih inilah tegak khilafah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu’anhum, jika kita tidak memahami iman dan amal shalih secara hakiki lalu di atas apakah khilafah kita akan tegak?!
Bahkan, barangsiapa yang beriman dan beramal shalih, maka Allah ta’ala akan menganugerahkan kepadanya kehidupan yang baik, tanpa harus ia menjadi seorang khalifah, sebagaimana firman Allah ta’ala,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl: 97]
Beberapa Makna Kehidupan yang Baik:
•Rezeki yang baik lagi halal di dunia dan diberikan dari arah yang tidak ia sangka-sangka.
•Bersifat qona’ah (merasa cukup berapa pun rezeki yang Allah ta’ala anugerahkan).
•Beriman kepada Allah ta’ala dan selalu taat kepada-Nya.
•Meraih manisnya ketaatan kepada Allah ta’ala.
•Keselamatan dan kecukupan.
•Kebahagiaan di dunia.
•Ridho dengan takdir Allah ‘azza wa jalla.
•Kenikmatan di kubur.
•Kenikmatan di surga.
•Ketenangan jiwa.
[Lihat Tafsir Ath-Thabari, 17/289-291, Zadul Masir libnil Jauzi, 2/582 dan Tafsir As-Sa’di, hal. 448]
•Rezeki yang baik lagi halal di dunia dan diberikan dari arah yang tidak ia sangka-sangka.
•Bersifat qona’ah (merasa cukup berapa pun rezeki yang Allah ta’ala anugerahkan).
•Beriman kepada Allah ta’ala dan selalu taat kepada-Nya.
•Meraih manisnya ketaatan kepada Allah ta’ala.
•Keselamatan dan kecukupan.
•Kebahagiaan di dunia.
•Ridho dengan takdir Allah ‘azza wa jalla.
•Kenikmatan di kubur.
•Kenikmatan di surga.
•Ketenangan jiwa.
[Lihat Tafsir Ath-Thabari, 17/289-291, Zadul Masir libnil Jauzi, 2/582 dan Tafsir As-Sa’di, hal. 448]
Ketujuh: Agar supaya vonis sesat terhadap kelompok Hizbut Tahrir tidak dianggap sebagai tuduhan keji dan dusta yang dibuat-buat oleh penulis, maka berikut ini kami sertakan beberapa fatwa para ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah di masa ini.
• Fatwa Ahli Hadits abad ini, Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah:
إن أي حزب وليس فقط أعني حزب التحرير، من دون الأحزاب الإسلامية، أو التكتلات الإسلامية، أو التجمعات الإسلامية، أي جماعة من هذه الجماعات لم تقم جماعتها ولم تقم أحزابها على كتاب الله وعلى سنة رسول الله – صلى الله عليه وآله وسلم – زيادة على المصدرين المذكورين، أقول: وعلى منهج السلف الصالح، أي حزب لا يقوم على الكتاب السنة ومنهج السلف الصالح فهو بلا شك ستكون عاقبة أمره خسراً
“Sesungguhnya semua kelompok, yang aku maksud tidak saja Hizbut Tahrir tanpa kelompok-kelompok Islam yang lainnya, atau perkumpulan Islam dan organisasi Islam, maka kelompok apa saja (yang tidak meneladani Salaf) maka tidaklah kelompoknya dan organisasinya tegak di atas kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam; sebagai tambahan terhadap dua sumber tersebut aku tegaskan: Dan tidak tegak di atas manhaj As-Salafus Shalih; kelompok apa saja yang tidak tegak di atas manhaj Al-Qur’an dan As-Sunnah serta manhaj As-Salafus Shalih, maka tidak diragukan lagi bahwa kelompok tersebut akan berakhir dalam keadaan merugi.” [Mausu’atul Albani fil Aqidah, 1/231]
• Fatwa Anggota Komite Ulama Besar Arab Saudi dan Guru Besar Universitas Al-Imam Muhammad bin Sa’ud Al-Islamiyyah, Asy-Syaikh Al-Faqih Al-‘Allamah Prof. DR. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah:
وسُئل – حفظه الله – : ما حكم وجود مثل هذه الفرق: التبليغ، والإخوان المسلمين، وحزب التحرير، وغيرها في بلاد المسلمين عامة ؟
فقال: (( هذه الجماعات الوافدة يجب ألا نتقبلها لأنها تريد أن تنحرف بنا وتفرقنا وتجعل هذا تبليغياً وهذا إخوانياً وهذا كذا…, لِمَ هذا التفرق ؟ هذا كفرٌ بنعمة الله سبحانه وتعالى، ونحن على جماعةٍ واحدة وعلى بينةٍ من أمرنا، لماذا نستبدل الذي هو أدنى بالذي هو خير ؟ لماذا نتنازل عما أكرمنا الله سبحانه وتعالى به من الاجتماع والألفة والطريق الصحيح، وننتمي إلى جماعات تفرقنا وتشتت شملنا، وتزرع العداوة بيننا ؟ هذا لا يجوز أبداً ))
فقال: (( هذه الجماعات الوافدة يجب ألا نتقبلها لأنها تريد أن تنحرف بنا وتفرقنا وتجعل هذا تبليغياً وهذا إخوانياً وهذا كذا…, لِمَ هذا التفرق ؟ هذا كفرٌ بنعمة الله سبحانه وتعالى، ونحن على جماعةٍ واحدة وعلى بينةٍ من أمرنا، لماذا نستبدل الذي هو أدنى بالذي هو خير ؟ لماذا نتنازل عما أكرمنا الله سبحانه وتعالى به من الاجتماع والألفة والطريق الصحيح، وننتمي إلى جماعات تفرقنا وتشتت شملنا، وتزرع العداوة بيننا ؟ هذا لا يجوز أبداً ))
Beliau hafizhahullah ditanya: Apa hukumnya keberadaan kelompok-kelompok seperti Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan lain-lain di negeri-negeri muslimin secara umum?
Beliau berkata: “Jama’ah-jama’ah pendatang ini wajib untuk kita tolak, karena mereka ingin menyesatkan kita dan memecah-belah kita. Menjadikan yang ini ikut Jama’ah Tabligh, yang ini ikut Ikhwanul Muslimin, yang ini ikut itu dan seterusnya. Kenapa berpecah seperti ini? Ini termasuk kufur terhadap nikmat Allah ta’ala. Padahal kita berada di atas satu jama’ah dan agama kita jelas. Kenapa kita menjadikan yang rendah sebagai ganti yang baik, padahal Allah telah memuliakan kita dengan adanya persatuan, hubungan yang erat dan jalan yang benar. Kenapa kita meninggalkan semua nikmat itu, kemudian berafiliasi kepada jama’ah-jama’ah tersebut yang akan memecah, melemahkan kekuatan dan menimbulkan permusuhan antara kita?! Hal ini tidak boleh selamanya.” [Majmu’ Fatawa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah,softcopy]
0 Komentar untuk "Hakikat Hizbut Tahrir"