Membongkar Kesesatan Firqoh

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.[Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, I-Bab Syarhus Sunnah no. 4596]

Syiah Mewajibkan Mencela Para Sahabat

Di antara aqidah Syiah Rafidhah adalah mereka mewajibkan untuk mencela para sahabat, terlebih ketiga khalifah[1] (pertama) -na’udzu billah-. Mereka meriwayatkan dalam kitab-kitab rujukan mereka dari seorang lelaki pengikut Hisyam Al-Ahwal dia berkata, “Pada suatu hari saya pernah berada di sisi Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad. Lalu beliau didatangi oleh seorang lelaki dari syiah (penolong) beliau yang berprofesi sebagai tukang jahit seraya membawa dua baju di tangannya. Lalu dia berkata, “Wahai anak (keturunan) Rasulullah, saya menjahit salah satu dari kedua baju ini, dimana setiap tusukan jarum saya (berzikir) mengesakan Allah Yang Maha Besar. Sementara baju yang lainnya saya jahit dimana setiap tusukan jarum saya melaknat orang yang paling dijauhkan yaitu Abu Bakar dan Umar. Kemudian saya bernazar untuk anda bahwa mana saja dari kedua baju ini yang anda senangi maka anda boleh memilikinya. Maka yang mana yang anda senangi silakan anda mengambilnya dan mana yang anda tidak senangi maka tolaklah.” Maka Ash-Shadiq berkata, “Saya menyenangi baju yang dikerjakan sambil melaknat Abu Bakar dan Umar. Dan saya kembalikan kepadamu baju yang dijahit sambil bertakbir kepada Allah Yang Maha Besar.

Maka perhatikanlah mereka, para pendusta lagi fasik ini, bagaimana mereka menisbatkan kebusukan kepada ahli bait -padahal mereka (ahli bait) sama sekali tidak mungkin mengucapkannya-. Allah Ta’ala berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.” (QS. Al-Baqarah: 143)

Jika para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saja bukan umat pilihan, maka apa lagi dengan selain mereka

Allah Ta’ala berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.”(QS. Ali Imran: 110)

Jika para sahabat beliau bukan termasuk umat yang terbaik, maka apa lagi dengan selain mereka.

Allah berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)

Dan siapa saja yang mencela orang yang Allah telah ridhai, maka sungguh dia telah memerangi Allah dan Rasul-Nya.

Allah berfirman:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (QS. Al-Fath: 18)

Maka bagaimana boleh dicela orang yang telah diridhai dan dipilih oleh Maulanya.

Allah Ta’ala berfirman:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS. Al-Fath: 29)

Bagaimana boleh dicela orang yang telah dipuji oleh Rabbnya.

Allah Ta’ala berfirman:

لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ

“Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik.” (QS. Al-Hadid: 10)

Orang yang Sayyidnya telah menjanjikan untuknya surga, bagaimana boleh dia dicela?!

Allah Ta’ala berfirman:

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr: 8)

Dan Allah berfirman tentang kaum Al-Anshar:

فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)

Al-Qur`an penuh berisi pujian terhadap para sahabat radhiallahu anhum. Karenanya siapa saja yang mencela mereka maka sungguh dia telah menyelisihi apa yang Allah perintahkan berupa kewajiban memuliakan mereka. Dan siapa saja yang meyakini dengan keyakinan yang jelek terhadap mereka seluruhnya atau terhadap sebagian besar di antara mereka, maka sungguh dia telah mendustakan Allah Ta’ala dalam pengabaran-Nya tentang kesempurnaan dan keutamaan mereka, semenara orang yang mendustakan Allah adalah kafir.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

النُّجُومُ أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ فَإِذَا ذَهَبَتْ النُّجُومُ أَتَى السَّمَاءَ مَا تُوعَدُ وَأَنَا أَمَنَةٌ لِأَصْحَابِي فَإِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِي مَا يُوعَدُونَ وَأَصْحَابِي أَمَنَةٌ لِأُمَّتِي فَإِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِي أَتَى أُمَّتِي مَا يُوعَدُونَ

“Bintang-bintang ini merupakan stabilisator langit. Apabila bintang-bintang tersebut hilang, maka langit akan tertimpa apa yang telah dijanjikan. Aku adalah penenteram para sahabatku. Kalau aku sudah tidak ada, maka mereka, para sahabatku, akan tertimpa apa yang telah dijanjikan kepada mereka. Dan para sahabatku adalah penjaga umatku. Apabila para sahabatku telah tiada, maka umatku pasti akan tertimpa apa yang telah dijanjikan kepada mereka.” (HR. Muslim[2])

Dan telah shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa Allah membukakan rezki kepada manusia dengan berkah para sahabat[3].

Dari Abu Said dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

“Janganlah kalian mencaci maki para sahabatku! Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seseorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka dia tidak akan dapat menandingi sedekah satu mud mereka, bahkan tidak setengahnya.” (HR. Muslim dan selainnya[4])

Dan telah shahih dari beliau shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

لَعَلَّ اللَّهَ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ قَدْ وَجَبْتُ لَكُمُ الْجَنَّةَ أَوْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ

“Mungkin saja Allah telah mengetahui keadaan prajurit perang Badar lalu berfirman, “Berbuatlah sesuka kalian karena sungguh Aku telah wajibkan surga untuk kalian.” Atau, “Karena sungguh Aku telah mengampuni kalian.[5]

Juga diriwayatkan dari beliau dengan beberapa jalan, dimana sebagian sanadnya para perawi di dalamnya adalah perawi kitab Ash-Shahih kecuali satu orang, itu pun dia adalah perawi yang tsiqah. Beliau bersabda:

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي. لَعَنَ اللهُ مَنْ سَبَّ أَصْحَابِي

“Jangan kalian mencela para sahabatku. Allah melaknat orang yang mencela para sahabatku.[6]

Telah mutawatir hadits-hadits dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang menunjukkan kesempurnaan para sahabat radhiallahu anhum. Terkhusus para Khulafa` Ar-Rasyidin, karena hadits-hadits yang memuji setiap dari mereka sudah masyhur bahkan mutawatir. Karena yang meriwayatkannya adalah banyak orang yang mustahil mereka bersepakat untuk berdusta dan semua pengabaran mereka memberikan ilmu yang meyakinkan akan kesempurnaan para sahabat dan keutamaan para khalifah.

Jika kamu telah mengetahui bahwa ayat-ayat Al-Qur`an sangat banyak yang menunjukkan keutamaan mereka dan juga hadits-hadits yang mutawatir menegaskan akan kesempurnaan mereka, maka siapa saja yang meyakini mereka semua atau kebanyakan mereka fasik, atau meyakini bahwa mereka semua atau kebanyakan mereka telah murtad dari agama, atau meyakini pantasnya mereka dicela dan membolehkannya, atau mencela mereka disertai keyakinan mereka pantas dicela, maka sungguh dia telah kafir kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya pada apa yang Dia kabarkan berupa keutamaan dan kesempurnaan mereka yang melazimkan bersihnya mereka dari semua amalan yang membuat mereka fasik, atau murtad, atau membuat mereka pantas atau boleh dicela. Sementara siapa saja yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya pada sesuatu yang dia yakini shahih secara pasti dari keduanya, maka sungguh dia telah kafir. Kejahilan terhadap sesuatu yang mutawatir lagi pasti bukanlah uzur dalam hal ini. Dan menafsirkannya serta memalingkan maknanya tanpa dalil yang benar tidaklah bermanfaat dalam hal ini. Sama seperti orang yang mengingkari kewajiban shalat lima waktu karena dia jahil akan pewajibannya. Maka dia dengan kejahilan ini menjadi orang yang kafir. Demikian halnya jika dia menafsirkannya dengan penafsiran yang tidak sesuai dengan makna yang kita (kaum muslimin) ketahui, maka sungguh dia telah kafir. Hal itu karena ilmu yang dipetik dari nash-nash Al-Qur`an dan hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan mereka adalah ilmu yang bersifat pasti.

Dan siapa saja yang mencela sebagian dari sahabat, maka jika keutamaan dan kesempurnaan sahabat yang bersangkutan diriwayatkan secara mutawatir -seperti para khalifah-, jika dia meyakini sahabat tersebut pantas atau boleh dicela, maka sungguh dia telah kafir karena dia mendustakan apa yang telah shahih secara pasti dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sementara orang yang mendustakan beliau adalah kafir. Dan jika dia mencela sahabat yang bersangkutan tanpa meyakini dia pantas atau berhak dicela maka sungguh dia telah berbuat kefasikan, karena mencela seorang muslim adalah kefasikan. Bahkan sebagian ulama[7] ada yang menghukumi kafirnya secara mutlak orang yang mencela Abu Bakar dan Umar, wallahu A’lam.

Namun jika hadits-hadits tentang keutamaan dan kesempurnaan sahabat yang bersangkutan belum mencapai derajat mutawatir, maka yang nampak bahwa orang yang mencelanya adalah fasik. Kecuali jika dia mencelanya karena hubungan persahabatannya dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka jika demikian dia telah kafir.

Mayoritas mereka, Rafidhah ini, yang mencela para sahabat -terlebih para khalifah-, mereka meyakini bahwa para sahabat berhak atau boleh dicela, bahkan ada yang meyakini wajibnya. Hal itu karena mereka bertaqarrub kepada Allah Ta’ala dengannya. Mereka menganggap amalan itu (mencela sahabat) termasuk amalan agama mereka yang paling mulia, sebagaimana yang dinukil dari mereka. Betapa sesatnya akal-akal suatu kaum yang bertaqarrub kepada Allah Ta’ala dengan cara yang mendatangkan kerugian dalam agama bagi mereka. Dan hanya Allah yang memberikan penjagaan.

Demikianlah. Dan perlu diketahui bahwa saya tidak meyakini kafirnya seseorang yang muslim di sisi Allah dan tidak juga meyakini muslimnya seseorang yang kafir di sisi Allah, akan tetapi saya meyakini kafirnya orang yang kafir menurut-Nya. Dan semua yang shahih dari para ulama berupa aqidah ‘tidak dikafirkannya kaum muslimin’, maka itu diarahkan pada orang yang bid’ahnya tidak mengkafirkan. Hal itu karena ucapan para ulama telah bersepakat akan kafirnya orang yang bid’ahnya mengkafirkan. Sementara tidak diragukan bahwa mendustakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada sesuatu yang shahih secara pasti dari beliau merupakan kekafiran. Dan kejahilan dalam masalah seperti ini bukanlah uzur. Wallahu a’lam.

[Risalah fi Ar-Radd 'ala Ar-Rafidhah hal. 55-64, dengan tidak menyebutkan hadits dha'if di dalamnya dan dengan meringkas pada footnotenya]



[1] Al-Bihar karya Al-Majlisi (4/385) dan Ushul Al-Kafi karya Al-Kalini (1/434) cet. Daar Al-Adwa`.

[2] HR. Muslim no. 2531 dari Abu Musa Al-Asy’ari.

[3] Asy-Syaikh rahimahullah mengisyaratkan kepada hadits Abu Said Al-Khudri radhiallahu anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4649 dan Muslim no. 2532

[4] HR. Al-Bukhari no. 3673 dan Muslim no. 2540

[5] Ini adalah potongan dari hadits Ali radhiallahu anhu yang panjang tentang kisah Hathib bin Abi Balta’ah radhiallahu anhu. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4274 dan Muslim no. 2494

[6] Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menyebutkannya dalam Ash-Shahihah no. 2340 dengan lafazh:

مَنْ سَبَّ أَصْحابِي فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنّاسِ أَجْمَعِيْنَ

“Siapa saja yang mencela para sahabatku, maka atasnya laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya.” Dan beliau menyatakannya hasan dengan seluruh jalan-jalannya.

[7] Seperti Imam Ahmad dan Imam Malik, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Khallal dalam As-Sunnah hal. 493 cet. Daar Ar-Rayah.

Share :

Facebook Twitter Google+
0 Komentar untuk "Syiah Mewajibkan Mencela Para Sahabat"

Back To Top