Membongkar Kesesatan Firqoh

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.[Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, I-Bab Syarhus Sunnah no. 4596]

500 Ulama Mengkafirkan Mereka!


Vonis kafir hanyalah hak Allah azza wa jalla dan Rasul-Nya, tidak berada ditangan setiap orang, apalagi orang awam. Seorang Ulama pun tidak boleh serampangan melontarkan vonis kafir kepada individu tertentu. Syarat-syarat dan ketentuan-ketentuannya sangat ketat, merujuk kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Golongan Jahmiyah Kafir

Jahmiyah adalah para pengikut pemikiran Jahm bin Shafwan, orang yang mengatakan al Qur’an makhluk Allah azza wa jalla, Allah azza wa jalla tidak pernah berbicara kepada Musa ‘alaihissalam, tidak berbicara, tidak bisa dilihat dan tidak berada di atas Arsy.

Ia mengambil akidah keliru ini dari Ja’d bin Dirham. Akidah ini lebih dikenal dengan namanya karena dialah yang kemudian mempopulerkannya.

Ja’d dinilai sebagai pangkal keburukan, sebab telah menyatukan tiga bid’ah yang sangat parah dalam akidah: [1]

Ta’thil. Maksudnya, ia menafikan seluruh sifat Allah azza wa jalla. Menurutnya, penetapan sifat hanya akan menimbulkan penyerupaan Allah azza wa jalla dengan makhluk-makhluk. Dengan ini, ia telah mengingkari al Qur’an yang berisi keterangan tentang sifat-sifat-Nya.

Al Jabr. Ia beranggapan kalau manusia itu tidak mempunyai daya dan upaya sama sekali. Tidak pantas disebut bersifat memiliki kemampuan. Manusia hanyalah makhluk yang majbur (terpaksa) dalam setiap gerakannya. Ini pun bertentangan dengn dalil naqli dan akal sehat serta realita.

Al Irja’. Bid’ah pemikiran ini, bahwa iman itu cukup hanya dengan ma’rifah (mengetahui saja). Barangsiapa mengingkari dengan lisannya, ia tidak kafir. Sebab ilmu dan pengetahuannya masih ada pada dirinya, tidak hilang meski ia mengingkari. Dan iman itu tidak pernah berkurang. Begitu pula kaum Mukminin, semua sama derajat keimanannya.

Respon Generasi Salaf Mengenai Akidah Jahm

Generasi Salaf menilai pernyataan Jahm tersebut sangat keliru dan mengkategorikannya sebagai kekufuran yang fatal. Sampai-sampai ‘Abdullah bin Mubarok rahimahullah berkata, “Kami masih menceritakan perkataan Yahudi dan Nashara. Tetapi kami tidak ingin menceritakan perkataan Jahmiyyah.”


Sehubungan dengan pengkafiran terhadap mereka, telah banyak Ulama Salaf yang menjatuhkan vonis kafir; bahkan sebagian Ulama telah mengeluarkan mereka dari kalangan kaum Muslimin.


Salam bin Abi Muthi’ rahimahullah berkata, “Jahmiyyah kafir, tidak boleh shalat di belakang mereka (menjadi makmum mereka).” [2]


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Pendapat masyhur dalam madzhab Ahmad dan imam-imam Sunnah adalah pengkafiran Jahmiyyah. Mereka adalah kaum yang menafikan sifat-sifat Allah ar Rahman. Pernyataan mereka itu jelas-jelas bertentangan dengan risalah yang dibawa para rasul.” [3]



Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah juga telah memberitakan vonis kekufuran atas mereka dari lima ratus ulama salaf dalam untaian bait syair berikut:


“Sungguh, status kekufuran mereka telah diusung oleh lima ratus Ulama di banyak negeri


Imam al Lalikai juga telah memberitakan dari mereka, dan sebelumnya telah diberitakan oleh ath Thabarani.”


Mereka Belum Habis


Sebagian orang berasumsi mereka itu telah selesai dan punah, tidak berbekas lagi. Pandangan ini tidak tepat, karena pemikiran Jahmiyyah telah banyak menyusupi golongan-golongan lain. Syaikh Jamaluddin al Qasimi rahimahullah menyampaikan bahwa ada yang menyangka Jahmiyyah telah tiada lagi. Padahal ideologi Mu’tazilah yang merupakan turunan dari mereka masih berjumlah banyak, dalam kisaran jutaan orang. Begitu pula ahli kalam yang bernisbat kepada al Asy’ari, kebanyakan konsep mereka merujuk pemikiran Jahmiyyah, sebagaimana diketahui oleh orang yang mendalami ilmu kalam dan dapat membandingkannya dengan akidah Salaf. [4]


Manhaj Ahli Sunnah Dalam Penetapan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah azza wa jalla



Ahli sunnah wal jama’ah menetapkan seluruh nama dan sifat Allah azza wa jalla yang termuat dalam al Qur’an dan Hadits shahih. Mereka tidak mengingkarinya (ta’thil) dengan dalih akan menimbulkan penyerupaan dengan makhluk. Juga tidak menakwilkannya atau mencoba merubah pengertiannya dari makna lughawi (bahasa), dengan alasan supaya tidak terjerumus pada penyerupaan Allah azza wa jalla dengan makhluk. Ahli Sunnah tidak melakukan itu karena semua nama dan sifat Allah azza wa jalla itu dari sisi bahasa dapat dimengerti oleh setiap orang. Ditambah lagi, Allah azza wa jalla menurunkan al Qur’an untuk dijadikan sebagai bahan tadabbur (perenungan). Bila ternyata ada ha-hal yang masih kabur maknanya, berarti Allah azza wa jalla memerintahkan memahami kitab yang tidak mungkin terpahami atau memerintahkan menyakini sesuatu yang tidak jelas bagi kaum Muslimin. Dan ini mustahil.


Selain itu, Ahli Sunnah tidak melakukan taksyif (visualisasi) terhadap sifat-sifat Allah azza wa jalla. Karena pengetahuan tentang itu tertutup atas umat manusia. Allah azza wa jalla tidak dapat dilihat di dunia ini.


Penetapan sifat-sifat Allah azza wa jalla tidak berkonsekuensi penyerupaan antara Allah azza wa jalla al Khaliq dengan makhluk-Nya (manusia, binatang dan lain-lain). Sebab Allah azza wa jalla memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang khusus bagi dzat-Nya sesuai dengan keagungan dan kemulian serta kesempurnaan-Nya. Begitu juga sifat-sifat makhluk, sesuai dengan sifat bawaan yang ada pada mereka yang tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan atau kekurangan lainnya. Jadi, sangat berbeda antara Pencipta dan ciptaannya. Akal sehat pun membenarkan realita ini. Karena memang Allah azza wa jalla tidak sama dengan siapa saja. Allah berfirman:


“Tidak ada sesuatu pun yang seruap dengan Dia, dan Dia-lah yang maha mendengar dan Melihat.” [QS.asy Syura/42:11]

Inilah ayat untuk memudahkan memahami pembahasan ini. Jadi Ahli Sunnah menetapkan sifat-sifat Allah azza wa jalla tampa tamtsil (menyerupakan dengan makhluk) dan mensucikan Allah azza wa jalla dari sifat-sifat kekurangan tanpa ta’thil (menafikan sifat-sifat agung-Nya). Semoga Allah azza wa jalla memberi kita sekalian jalan mengenali kebenaran (al bashirah) dan mengamalkannya. Walahu a’lam.

Referensi:

Al Irsyad ilaa Shahiihil I’tiqaad, Syaikh Shaleh al Fauzan, Mauqifu Ahlis Sunnah Min Ahlil Ahwa Wal Bida, DR.Ibrahim ar Ruhaili.

Note:

[1] Mauqifu Ahlis Sunnah (1/154)

[2] Riwayat ad Darimi di Ar Raddu ‘Alal Jahmiyyah hal.111

[3] Al Fatawa (12/485)

[4] Tarikhul Jahmiyyah wal Mu’tazilah hal.6

Oleh: Ustadz Abu Minhal hafizhahullah

Sumber : Majalah as Sunnah Edisi.05 / Thn.XIII / Sya’ban 1430H / Agustus 2009M / Hal.54-55

Share :

Facebook Twitter Google+
0 Komentar untuk "500 Ulama Mengkafirkan Mereka!"

Back To Top